tutusberita :
Timo Scheunemann, mantan direktur pembinaan pemain muda PSSI, baru-baru
ini menyarankan agar Indonesia pindah ke zona Oseania demi kesempatan
lolos ke Piala Dunia yang lebih besar. Bukan ide baru, hanya kembali
mengemuka setelah digulirkan Coach Timo.
Zona Asia terlalu sulit kita taklukkan. Di kawasan Asia Tenggara, kita
kesulitan ketika bertemu dengan Thailand, Singapura dan Malaysia. Di
zona utama, kita harus menghadapi Jepang, Korea Selatan, Cina, Iran,
Arab Saudi, hingga kekuatan baru Asia, Australia — yang pindah dari
Oseania.
Peluang kita lebih besar jika pindah ke Oseania, yang dihuni oleh lebih
sedikit negara dan tidak punya kultur sepak bola kuat (apalagi setelah
Australia tak ada).
Jika pindah ke Oseania, kita cukup bersaing dengan 11 negara lainnya,
yang rata-rata merupakan negara kecil. Bandingkan jika tetap di zona
Asia, kita harus menghadapi 46 negara.
Koefisien Oseania memang hanya 0,5 tapi lebih mudah sebab kita bersaing
dengan 11 negara. Sedangkan Asia dapat jatah 3,5 tetapi harus
diperebutkan oleh 46 negara. Jika ditinjau dari rangking FIFA, Indonesia
yang saat ini berada di peringkat 168 dunia, berada di rangking 34
Asia.
Jika Indonesia pindah ke Oseania maka kita berada di peringkat kelima
(berdasar peringkat FIFA Juli 2013). Hanya kalah dari Selandia Baru
(55), Kaledonia Baru (97), Tahiti (154) dan Kepulauan Solomon (162).
Kita punya peluang salah satunya karena keempat negara itu tidak punya
liga yang kompetitif. Selandia Baru biasanya mengirimkan klubnya untuk
bermain di liga Australia. Sementara Tahiti bahkan hanya punya satu
pesepakbola profesional, Marama Vahirua, yang bermain di Pantrakikos,
Yunani.
Kalau menang di zona Oseania, Indonesia akan melaju ke penyisihan
melawan peringkat empat Concacaf (kawasan Amerika Tengah dan Karibia),
yang kemungkinan akan ditempati oleh Honduras, Panama, atau Jamaika.
Sampai sini, kita masih mungkin menang. Terutama mengingat kita pernah
mengalahkan Jamaika 2-1 pada laga persahabatan di Jakarta, Juni 2007.
Minim Pengalaman Menghadapi Negara Oseania
Namun, jangan terlalu optimis. Indonesia memang memiliki liga sepak bola
yang reguler diputar setiap tahun dan dilabeli profesional, tapi
pengelolaan dan kualitas pembinaannya masih jauh dari yang diharapkan.
Liga yang masih banyak kekurangan di sana-sini belum bisa menghasilkan
pemain kelas dunia atau setidaknya berkualitas untuk bersaing di tingkat
Asia Tenggara dan Asia.
Tim nasional juga selama ini tidak punya pengalaman yang bisa dikatakan bagus ketika bersua dengan negara dari Oseania.
Indonesia pernah gagal dalam kualifikasi Piala Dunia 1982 dari negara
Oseania. Kala itu kita tergabung dalam Sub Grup A bersama Selandia Baru,
Australia, Taiwan dan Fiji. Di luar Taiwan, ketiga lawan Indonesia
merupakan negara Oseania waktu itu.
Pada pertandingan pertama di Jakarta, Indonesia langsung kalah 0-2 dari
Selandia Baru. Lantas kalah lagi 0-2 dari Australia di Melbourne.
Kembali kalah 0-5 dari Selandia Baru di Auckland dan hanya bermain
imbang 0-0 dengan Fiji di Suva.
Kembali ke Jakarta, pelatih Harry Tjong langsung digantikan oleh Endang
Witarsa. Indonesia kemudian berhasil menang 1-0 atas Taiwan, tapi
kemudian kalah 0-2 saat tandang. Menghadapi Fiji yang menjadi partai
hidup-mati, Indonesia tampil mengecewakan. Sempat unggul 3-1, Fiji
berhasil menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Indonesia menutup kualifikasi
dengan menang 1-0 atas Australia di Surabaya.
Walaupun akhirnya terhindar dari posisi juru kunci, setidaknya itu
menunjukkan bahwa menghadapi lawan dari Oseania yang secara kualitas “di
bawah” negara Asia pun Indonesia kesulitan.
Tiga dekade setelah itu, kita jarang bertemu tim dari Oseania. Hasil
penelusuran kami, Indonesia hanya pernah menghadapi Selandia Baru, Fiji
dan Papua Nugini.
Kita berjumpa Fiji dua kali di kualifikasi Piala Dunia 1982. Pernah
sekali bertemu dengan Papua Nugini dengan hasil satu kekalahan 0-1 di
Merdeka Games 1 September 1984.
Sementara menghadapi Selandia Baru, Indonesia sudah bertemu sebanyak
sembilan kali dengan rekor dua kali menang, lima imbang, dan sisanya
kalah. Dari segi produktivitas gol, Indonesia memasukkan 8 gol, dan
Selandia Baru 9 gol. Pertemuan terakhir di Jakarta tahun 2008, Indonesia
menang 2-1 atas Selandia Baru. Tapi, saat itu mereka “hanya” menurunkan
tim U-23.
Zona Oseania memang lebih ringan dan memungkinkan, tapi bukan berarti
bisa kita taklukkan begitu saja. Boleh jadi ide bagus, tapi tidak akan
berarti apa pun tanpa perbaikan di pembinaan dan kompetisi.
Jangan lupa juga bahwa tim nasional yang tangguh tidaklah dibentuk dalam
waktu satu-dua tahun. Untuk membentuk tim nasional yang kuat,
dibutuhkan pemain-pemain yang telah ditempa di kompetisi profesional,
dan kompetisi yang bermutu tinggi tentu merupakan hasil dari pembinaan
yang baik. Sudah siapkah sepak bola Indonesia?
Yang juga perlu serius dipikirkan, pindah zona berarti kita tak lagi
punya hak berlaga di Piala Asia dan AFF (yang kerap menghadirkan
pertandingan seru). Kendati demikian, kita masih bisa ikut SEA Games.
kaskus.co.id
Selasa, 23 Juli 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar